Hipertensi – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi di mana kekuatan aliran dari darah terhadap dinding arteri cukup tinggi. Hampir sepertiga dari orang-orang yang memiliki tekanan darah tinggi tidak menyadari penyakit ini dalam tubuhnya.
Jika Anda belum memeriksa dan tidak tahu tekanan darah Anda, mintalah kepada dokter untuk memeriksanya. Semua orang dewasa sebaiknya memeriksa tekanan darah mereka setidaknya setiap lima tahun sekali. Kekuatan tekanan darah ini bisa berubah dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh aktivitas apa yang sedang dilakukan jantung dan daya tahan pembuluh darah.
Penyebab Hipertensi
Faktor risiko yang membuat seseorang mengalami hipertensi diantaranya: obesitas, terlalu banyak minum alkohol, merokok, dan riwayat keluarga. Salah satu aspek yang paling berbahaya dari hipertensi adalah bahwa setiap individu tidak menyadari bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi.
Risiko mengidap hipertensi dapat dikurangi dengan mengubah hal-hal di atas dan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah Anda mengalami tekanan darah tinggi adalah dengan pemeriksaan tekanan darah yang teratur. Hal ini penting terutama jika kita memiliki saudara atau keturunan tekanan darah tinggi.
Gejala Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, pada beberapa orang dengan tekanan darah yang sangat tinggi dapat muncul gejala berupa:
Sakit kepala parah.
Kelelahan atau kebingungan.
Masalah penglihatan (kemungkinan komplikasi ke retina mata).
Nyeri dada.
Sulit bernafas.
Denyut jantung tidak teratur.
Adanya darah dalam urin (kemungkinan komplikasi ke ginjal).
Berdebar di dada, leher, atau telinga.
Jika Anda memiliki gejala-gejala tersebut, segera periksa ke dokter. Tekanan darah yang tidak terkontrol mampu menyebabkan pasien jatuh ke dalam kondisi krisis hipertensi, yaitu hipertensi yang menyebabkan kegagalan organ seperti serangan jantung atau stroke.
Diagnosis Hipertensi
Tekanan darah tinggi sering disebutsilent diseasekarena pasien biasanya tidak tahu bahwa tubuhnya memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini dikarenakan karena hipertensi tidak menunjukkan tanda dan gejala secara kasatmata. Itulah kenapa pemantauan tekanan darah secara rutin sangat penting.
Angka tekanan darah yang ideal adalah di bawah 120/80 mmHg. Namun, hasil pengukuran di bawah 130/90 mmHg masih termasuk dalam batas normal. Tekanan darah bisa berubah-ubah. Hasil pengukuran yang tinggi dalam sekali pemeriksaan tidak berarti Anda otomatis mengidap hipertensi.
Tekanan darah biasanya diukur memakai sfigmomanometer manual maupun digital. Kebanyakan dokter kini memakai sfigmomanometer digital, yaitu alat pengukur tekanan darah yang memakai sensor elektronik dalam mendeteksi denyut Anda.
Tekanan darah tinggi sendiri dibagi menjadi 3, yaitu:
Hipertensi grade I yaitu ketika tekanan darah sistole di atas atau sama dengan 140 mmHg, dan tekanan darah diastole di atas atau sama dengan 90 mmHg. Diagnosis hipertensi grade I itu apabila selama 2 kali pemeriksaan berturut-turut dalam rentang waktu seminggu pasien menunjukkan tekanan darah tersebut.
Hipertensi grade II yaitu ketika tekanan darah sistole di atas atau sama dengan 160 mmHg, dan tekanan darah diastole di atas atau sama dengan 100 mmHg pada satu kali pemeriksaan.
Krisis hipertensi yaitu ketika tekanan darah diastole di atas atau sama dengan 180 mmHg dan tekanan darah diastole di atas atau sama dengan 110 mmHg. Krisis hipertensi sendiri dibagi menjadi 2: hipertensi darurat (jika terdapat kegagalan organ vital) dan hipertensi urgensi (jika belum terjadi kegagalan organ vital).
Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi yang utama adalah dengan mengubah gaya hidup. Pola hidup sehat yang dapat diterapkan, di antaranya: olahraga teratur, jaga berat badan tetap ideal, batasi konsumsi garam dan hindari merokok.
Selain itu, Anda juga harus bisa menghindari stres. Stres dapat menyebabkan masalah emosional, psikologis, dan bahkan fisik, termasuk penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Oleh karenanya, manajemen stres penting dilakukan untuk menghindari tekanan darah tinggi.
Setelah Anda bisa mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat, Anda juga membutuhkan beberapa obat yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah, diantaranya:
Kalsium Channel Blocker: adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini bekerja dengan memperlambat gerakan kalsium ke dalam sel jantung dan dinding pembuluh darah, yang membuatnya jantung lebih mudah untuk memompa dan memperlebar pembuluh darah.
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor adalah obat tekanan darah tinggi yang memperlebar pembuluh darah sehingga meningkatkan jumlah darah yang dipompa jantung dan pada akhirnya menurunkan tekanan darah.
Angiotensin II Receptor Blockers (ARB): Angiotensin II receptor blocker (ARB) memiliki efek yang sama seperti ACE inhibitor, tetapi bekerja dengan mekanisme yang berbeda.
Diuretik: umumnya dikenal sebagai pil air, di mana membantu tubuh untuk menyingkirkan air dan garam yang tidak dibutuhkan melalui urine. Menyingkirkan kelebihan garam dan cairan membantu menurunkan tekanan darah dan dapat membuat jantung memompa darah lebih ringan.
Beta-Blockers: adalah obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dengan cara memblokir efek dari sistem saraf simpatik pada jantung.
Omega-3 suplemen minyak ikan: diet suplemen ikan dan minyak ikan memiliki manfaat bagi orang sehat dan juga orang-orang dengan penyakit jantung.
Disiplin tinggi dalam menerapkan gaya hidup sehat akan memberikan dampak positif yang signifikan pada tekanan darah Anda. Beberapa penderita bahkan tidak perlu mengonsumsi obat-obatan karena berhasil menerapkan perubahan gaya hidup untuk menormalkan tekanan darah.
Read more: cara mengetahui password facebook orang lain
Injap333jp informasi visa jepan/korea/wedding/ikan hias dan lainnya. Salam hormat untuk anda untuk semua negara
Sunday, April 22, 2018
Cara Mencegah Penyakit
Cegah Penyakit, Begini Cara Mengontrol Tekanan Darah
Dalam realitanya, kebanyakan masyarakat cenderung menyepelekan tekanan darah dalam tubuhnya. Tak percaya, coba Anda ingat-ingat kapan terakhir kali mengecek tekanan darah tubuh. Pasti sudah sangat lama, bukan?
The New York Times menyebutkan bahwa sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris berhasil menemukan cara terbaik untuk mengecek tekanan darah, yakni dengan melakukannya sendiri. Dalam penelitian ini, terdapat 1.003 partisipan dengan masalah hipertensi yang dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama diminta untuk mengecek tekanan darahnya setiap hari dalam sepekan setiap bulannya dan mengirimkan hasilnya ke dokter selama setahun penuh. Kelompok kedua menggunakan aplikasi di dalam ponsel pintarnya untuk mengecek tekanan darah yang hasilnya bisa dicek langsung oleh dokter melalui internet. Sementara itu, kelompok terakhir diminta untuk melakukan pengecekan rutin ke dokter.
Awalnya, pembacaan tekanan sistolik seluruh pasien berada di angka 153. Setelah 12 bulan, kelompok yang rutin mengecek kesehatan ke dokter mampu menurunkan angka tekanan sistolik hingga ke angka 140. Sementara itu, kelompok lain yang menggunakan aplikasi di ponsel pintarnya dan mengecek tekanan darahnya sendiri mampu menurunkan tekanan darah hingga angka 136 dan 137. Penurunan tekanan darah ini bisa menurunkan risiko terkena stroke hingga 20 persen dan penyakit arteri koroner hingga 10 persen.
Penelitian yang kemudian dipulikasikan oleh jurnal berjudulLancetini menghasilkan fakta bahwa sering mengecek tekanan darah sendiri bisa membuat tekanan darah tubuh lebih terkontrol. Dr. Richard McManus, pakar kesehatan dariUniversity of Oxford, berkata bahwa dengan rutin mengecek tekanan darah, maka risiko untuk terkena stroke bisa ditekan dengan signifikan.
Dimana Sobat Sehat biasanya mengecek tekanan darah? Di apotek, puskesmas, atau malah punya alat pengukur tekanan darah sendiri di rumah?
Read more: trik cara agar artikel blog kita bertahan lama
Dalam realitanya, kebanyakan masyarakat cenderung menyepelekan tekanan darah dalam tubuhnya. Tak percaya, coba Anda ingat-ingat kapan terakhir kali mengecek tekanan darah tubuh. Pasti sudah sangat lama, bukan?
The New York Times menyebutkan bahwa sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris berhasil menemukan cara terbaik untuk mengecek tekanan darah, yakni dengan melakukannya sendiri. Dalam penelitian ini, terdapat 1.003 partisipan dengan masalah hipertensi yang dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama diminta untuk mengecek tekanan darahnya setiap hari dalam sepekan setiap bulannya dan mengirimkan hasilnya ke dokter selama setahun penuh. Kelompok kedua menggunakan aplikasi di dalam ponsel pintarnya untuk mengecek tekanan darah yang hasilnya bisa dicek langsung oleh dokter melalui internet. Sementara itu, kelompok terakhir diminta untuk melakukan pengecekan rutin ke dokter.
Awalnya, pembacaan tekanan sistolik seluruh pasien berada di angka 153. Setelah 12 bulan, kelompok yang rutin mengecek kesehatan ke dokter mampu menurunkan angka tekanan sistolik hingga ke angka 140. Sementara itu, kelompok lain yang menggunakan aplikasi di ponsel pintarnya dan mengecek tekanan darahnya sendiri mampu menurunkan tekanan darah hingga angka 136 dan 137. Penurunan tekanan darah ini bisa menurunkan risiko terkena stroke hingga 20 persen dan penyakit arteri koroner hingga 10 persen.
Penelitian yang kemudian dipulikasikan oleh jurnal berjudulLancetini menghasilkan fakta bahwa sering mengecek tekanan darah sendiri bisa membuat tekanan darah tubuh lebih terkontrol. Dr. Richard McManus, pakar kesehatan dariUniversity of Oxford, berkata bahwa dengan rutin mengecek tekanan darah, maka risiko untuk terkena stroke bisa ditekan dengan signifikan.
Dimana Sobat Sehat biasanya mengecek tekanan darah? Di apotek, puskesmas, atau malah punya alat pengukur tekanan darah sendiri di rumah?
Read more: trik cara agar artikel blog kita bertahan lama
Stres Saat Ibu/Wanita Hamil
Stres Saat Hamil Memengaruhi Pertumbuhan Janin
Kondisi kesehatan ibu sangat berpengaruh pada janin. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa stres yang dirasakan ibu hamil dapat berpengaruh pada perkembangan fisik bayi.
Para peneliti dari Universitas New Mexico dan Gottingen serta Pusat Primata Jerman mengamati pola yang bervariasi dalam tingkat pertumbuhan keturunan pada 719 studi di 21 spesies mamalia.
“Stres prenatal dapat memengaruhi keturunan dalam dua cara yang berbeda tergantung kapan pemicu stres muncul selama kehamilan. Hasilnya berbeda-beda mulai dari sebelum lahir, setelah lahir dan setelah penyapihan,” jelas Andreas Berghanel, antropolog evolusi di University of New Mexico dan penulis utama penelitian ini dikutip dari Science Daily.
Berghanel mencotohkan, stres saat akhir kehamilan menyebabkan ibu memberikan energi lebih sedikit pada bayinya sehingga menyebabkan petumbuhan janin lebih lambat dan beberapa waktu setelah kelahiran. Setelah bayi dapat memenuhi makanannya sendiri dan tidak bergantung pada ibunya, pertumbuhan anak tersebut sama dengan pertumbuhan anak yang lahir dari ibu yang tidak mengalami stres.
Sebaliknya, stres pada ibu di awal kehamilan dapat menyebabkan janin diprogram ulang untuk mengatasi penurunan harapan hidup Karena itu rahim seolah mempercepat pertumbuhan janin agar dapat menghasilkan ketrunan yang lebih mampu bertahan hidup.
“Kami menemukan bahwa stres di akhir kehamilan dapat menghambat pertumbuhan bayi selama di kandungan sehingga tumbuh kembang mereka melambat. Sedangkan stres di awal kehamilan menghasilkan tingkat pertumbuhan bayi yang tidak terpengaruh namun mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan ukuran setelah penyapihan,” jelas Berghanel.
Dalam sebuah penelitian lain yang dilakukan pada tahun 1993 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami stres piskologis tinggi selama hamil akan melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah dan berisiko melahirkan secara prematur.
Dilansir dari halaman Science Direct, saat stres ibu akan mengeluarkan hormon stres dan meningkatkan kemungkinan infeksi dalam rahim. Janin akan merespon stres tersebut dan menyesuaikan diri pada perubahan yang terjadi. Dalam jangka panjang, kortisol dapat menyebabkan kelelahan, depresi dan membuat ibu rentan pada penyakit. Tingkat stres yang tinggi selama kehamilan berdampak pada janin karena hormon stres ikut diterima janin melalui plasenta.
Read more: penyakit mata yang menular and yang tidak menular
Kondisi kesehatan ibu sangat berpengaruh pada janin. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa stres yang dirasakan ibu hamil dapat berpengaruh pada perkembangan fisik bayi.
Para peneliti dari Universitas New Mexico dan Gottingen serta Pusat Primata Jerman mengamati pola yang bervariasi dalam tingkat pertumbuhan keturunan pada 719 studi di 21 spesies mamalia.
“Stres prenatal dapat memengaruhi keturunan dalam dua cara yang berbeda tergantung kapan pemicu stres muncul selama kehamilan. Hasilnya berbeda-beda mulai dari sebelum lahir, setelah lahir dan setelah penyapihan,” jelas Andreas Berghanel, antropolog evolusi di University of New Mexico dan penulis utama penelitian ini dikutip dari Science Daily.
Berghanel mencotohkan, stres saat akhir kehamilan menyebabkan ibu memberikan energi lebih sedikit pada bayinya sehingga menyebabkan petumbuhan janin lebih lambat dan beberapa waktu setelah kelahiran. Setelah bayi dapat memenuhi makanannya sendiri dan tidak bergantung pada ibunya, pertumbuhan anak tersebut sama dengan pertumbuhan anak yang lahir dari ibu yang tidak mengalami stres.
Sebaliknya, stres pada ibu di awal kehamilan dapat menyebabkan janin diprogram ulang untuk mengatasi penurunan harapan hidup Karena itu rahim seolah mempercepat pertumbuhan janin agar dapat menghasilkan ketrunan yang lebih mampu bertahan hidup.
“Kami menemukan bahwa stres di akhir kehamilan dapat menghambat pertumbuhan bayi selama di kandungan sehingga tumbuh kembang mereka melambat. Sedangkan stres di awal kehamilan menghasilkan tingkat pertumbuhan bayi yang tidak terpengaruh namun mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan ukuran setelah penyapihan,” jelas Berghanel.
Dalam sebuah penelitian lain yang dilakukan pada tahun 1993 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami stres piskologis tinggi selama hamil akan melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah dan berisiko melahirkan secara prematur.
Dilansir dari halaman Science Direct, saat stres ibu akan mengeluarkan hormon stres dan meningkatkan kemungkinan infeksi dalam rahim. Janin akan merespon stres tersebut dan menyesuaikan diri pada perubahan yang terjadi. Dalam jangka panjang, kortisol dapat menyebabkan kelelahan, depresi dan membuat ibu rentan pada penyakit. Tingkat stres yang tinggi selama kehamilan berdampak pada janin karena hormon stres ikut diterima janin melalui plasenta.
Read more: penyakit mata yang menular and yang tidak menular
Subscribe to:
Posts (Atom)
Menikah Dengan Orang Jepang
Menikah Dengan Orang Jepang
Assalamualaikum.wr.wb Salam hormat selalu untuk semua negara dimanapun berada. Saya akan memberikan informasi pada para siapapun yang mel...
-
Cara Mengetahui Password Facebook Orang Lain Dengan Mudah dan Cepat Bermain facebook tentunya sangat asik sekali sampai-sampai kita lupa ak...
-
Cara Menyadap WhatsApp Tanpa Scan Barcode Asli 100% Untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi bersama teman, pacar dan keluarga itu haru...
-
Cara Mendapatkan Kuota Gratis Tri Tanpa Pulsa Hingga 25GB Terbaru 2018 Kelemahan dari operator Tri ialah lemahnya jaringan sinyal intern...